A.PROSES MEMBACA
Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial. Menurut Spodek dan Saracho, membaca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :
1.Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2.Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.
Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan yang kedua digunakan oleh pembaca permulaan.
Combs memilah kegiatan membaca menjadi tiga tahap yaitu:
1.Tahap Persiapan
Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata.
2.ahap Perkembangan
Anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan yang lain.
3.Tahap Transisi
Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Pengembangan aspek sosial anak.
2.Pengembangan fisik.
3.Pengembangan kognitif
B.KAITAN MEMBACA DAN SASTRA
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan. Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
1.Sastra anak-anak dan pengembangan kebewaraan
Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD. Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989). Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
2.Awal kebewaraan
Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama. Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy). Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:
a)Pesan tekstual (textual intent)
b)Daya tawar (negotiability)
c)Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
d)Pengambilan risik (risk takinag)
3.Fungsi sastra anak-anak dalam pengebangan keberwacanaan
Pada bagian awal tulisan ini dikemukakan bahwa keberwacanaan mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis. Smith mengatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987).
C.SASTRA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN MEMBACA
Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai pendekatan dan strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digambarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.
Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:
1.Kegiatan teraran
Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.
2.Kegiatan bebas
Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.
3.Kegiatan murid-guru
Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir. Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:
a)Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
b)Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mensintesa dan mengevaluasi).
c)Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia sukai.
d)Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi hambatan penyelesaian tugas.
e)Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan ketermpilan.
4.Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa
Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi perangkapan isi teks yang diperlikan. Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas, dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung. Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting, dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang telah dilakukannya.
Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara alami. Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang sayang.
D.STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
Sebagaimana kita ketahui, bagi sebagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis. Dulay dan Krahsen mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh positifnya adalah bahwa bahasa pertama yang dimiliki siswa dapat memperlancar proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh negatif: Bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dapat menghambat proses penguasaan bahasa kedua.
Ellis menggunakan istilah transfer untuk menamai pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua, dan istilah interferensi untuk menamai pengaruh negatif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua. Belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran. Pengajaran membaca yang baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Peningkatan ucapan
2.Kesadaran fonemik (bunyi).
Kemampuan yang di ajarkan dalam kesadaran fonemik meliputi:
a)pembedaan bunyi
b)pembedaan huruf
c)konsonan awal dan akhir
d)vocal
e)huruf-huruf tertentu dan bunyinya
f)suku kata
3.Hubungan antara bunyi-huruf
4.Membedakan bunyi-bunyi.
Hasil pengujian klinik menunjukan hal-hal :
a)setiap individu berkemampuan beda dalam membedakan bunyi
b)umumnya kemampuan membedakan bunyi dikuasai anak dengan sempurna pada usia 8 tahun
c)ada hubungan positif antara lambatnya penguasaan kemampuan membedakan bunyi dengan ketidak tepatan pengucapan
d)ada hubungan positif antara rendahnya kemampuan membedakan bunyi dengan kemampuan membaca
e)kemampuan membedakan bunyi tidak ditentukan oleh tingkat intelegensi
untuk itu anak butuh perhatian khusus dalam membedakan bunyi. Latihan perlu terus menerus pada pengucapan bunyi-bunyi sejenis dan searti juga yang berbeda arti.
5.Kemampuan mengingat
6.Membedakan huruf
7.Orientasi dari kiri kekanan.
Dalam bahasa Indonesia membaga menggunakan sistem dari kiri kekanan. Biasanya lebih cenderung pada yang kidal karena hasil penelitian Rubin (1993) yang kidal lebih cenderung memiliki orientasi dari kanan kekiri.
8.Keterampilan pemahaman
9.Penguasaan kosakata.
Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulis, mengucapkan dan menghubungkannya dengan makna.
E.PEMANFAATAN BAHAN AJAR SASTRA BAGI PENUMBUH KEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA
Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif. Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra antara lain:
1.Komunikasi ini bersifat tidak langsung
2.Kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya
3.Konteks komunikasi sastra berdimensi ganda
4.Ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks sastra dengan penulisnya.
Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:
1.Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.
2.Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.
F.PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MEMBACA BERDASARKAN KARYA SASTRA
Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra.
1.Model perencanaan pengembangan.
Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar. Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.
2.Strategi pengembangan.
Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.
Senin, 11 Januari 2010
MEMBACA DAN SASTRA ANAK
A.PROSES MEMBACA
Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial. Menurut Spodek dan Saracho, membaca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :
1.Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2.Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.
Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan yang kedua digunakan oleh pembaca permulaan.
Combs memilah kegiatan membaca menjadi tiga tahap yaitu:
1.Tahap Persiapan
Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata.
2.ahap Perkembangan
Anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan yang lain.
3.Tahap Transisi
Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Pengembangan aspek sosial anak.
2.Pengembangan fisik.
3.Pengembangan kognitif
B.KAITAN MEMBACA DAN SASTRA
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan. Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
1.Sastra anak-anak dan pengembangan kebewaraan
Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD. Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989). Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
2.Awal kebewaraan
Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama. Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy). Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:
a)Pesan tekstual (textual intent)
b)Daya tawar (negotiability)
c)Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
d)Pengambilan risik (risk takinag)
3.Fungsi sastra anak-anak dalam pengebangan keberwacanaan
Pada bagian awal tulisan ini dikemukakan bahwa keberwacanaan mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis. Smith mengatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987).
C.SASTRA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN MEMBACA
Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai pendekatan dan strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digambarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.
Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:
1.Kegiatan teraran
Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.
2.Kegiatan bebas
Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.
3.Kegiatan murid-guru
Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir. Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:
a)Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
b)Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mensintesa dan mengevaluasi).
c)Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia sukai.
d)Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi hambatan penyelesaian tugas.
e)Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan ketermpilan.
4.Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa
Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi perangkapan isi teks yang diperlikan. Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas, dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung. Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting, dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang telah dilakukannya.
Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara alami. Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang sayang.
D.STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
Sebagaimana kita ketahui, bagi sebagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis. Dulay dan Krahsen mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh positifnya adalah bahwa bahasa pertama yang dimiliki siswa dapat memperlancar proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh negatif: Bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dapat menghambat proses penguasaan bahasa kedua.
Ellis menggunakan istilah transfer untuk menamai pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua, dan istilah interferensi untuk menamai pengaruh negatif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua. Belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran. Pengajaran membaca yang baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Peningkatan ucapan
2.Kesadaran fonemik (bunyi).
Kemampuan yang di ajarkan dalam kesadaran fonemik meliputi:
a)pembedaan bunyi
b)pembedaan huruf
c)konsonan awal dan akhir
d)vocal
e)huruf-huruf tertentu dan bunyinya
f)suku kata
3.Hubungan antara bunyi-huruf
4.Membedakan bunyi-bunyi.
Hasil pengujian klinik menunjukan hal-hal :
a)setiap individu berkemampuan beda dalam membedakan bunyi
b)umumnya kemampuan membedakan bunyi dikuasai anak dengan sempurna pada usia 8 tahun
c)ada hubungan positif antara lambatnya penguasaan kemampuan membedakan bunyi dengan ketidak tepatan pengucapan
d)ada hubungan positif antara rendahnya kemampuan membedakan bunyi dengan kemampuan membaca
e)kemampuan membedakan bunyi tidak ditentukan oleh tingkat intelegensi
untuk itu anak butuh perhatian khusus dalam membedakan bunyi. Latihan perlu terus menerus pada pengucapan bunyi-bunyi sejenis dan searti juga yang berbeda arti.
5.Kemampuan mengingat
6.Membedakan huruf
7.Orientasi dari kiri kekanan.
Dalam bahasa Indonesia membaga menggunakan sistem dari kiri kekanan. Biasanya lebih cenderung pada yang kidal karena hasil penelitian Rubin (1993) yang kidal lebih cenderung memiliki orientasi dari kanan kekiri.
8.Keterampilan pemahaman
9.Penguasaan kosakata.
Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulis, mengucapkan dan menghubungkannya dengan makna.
E.PEMANFAATAN BAHAN AJAR SASTRA BAGI PENUMBUH KEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA
Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif. Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra antara lain:
1.Komunikasi ini bersifat tidak langsung
2.Kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya
3.Konteks komunikasi sastra berdimensi ganda
4.Ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks sastra dengan penulisnya.
Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:
1.Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.
2.Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.
F.PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MEMBACA BERDASARKAN KARYA SASTRA
Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra.
1.Model perencanaan pengembangan.
Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar. Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.
2.Strategi pengembangan.
Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.
Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial. Menurut Spodek dan Saracho, membaca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :
1.Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
2.Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.
Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan yang kedua digunakan oleh pembaca permulaan.
Combs memilah kegiatan membaca menjadi tiga tahap yaitu:
1.Tahap Persiapan
Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata.
2.ahap Perkembangan
Anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan yang lain.
3.Tahap Transisi
Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Pengembangan aspek sosial anak.
2.Pengembangan fisik.
3.Pengembangan kognitif
B.KAITAN MEMBACA DAN SASTRA
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan. Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
1.Sastra anak-anak dan pengembangan kebewaraan
Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD. Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989). Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).
Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
2.Awal kebewaraan
Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama. Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy). Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:
a)Pesan tekstual (textual intent)
b)Daya tawar (negotiability)
c)Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
d)Pengambilan risik (risk takinag)
3.Fungsi sastra anak-anak dalam pengebangan keberwacanaan
Pada bagian awal tulisan ini dikemukakan bahwa keberwacanaan mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis. Smith mengatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987).
C.SASTRA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN MEMBACA
Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai pendekatan dan strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digambarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.
Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:
1.Kegiatan teraran
Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.
2.Kegiatan bebas
Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.
3.Kegiatan murid-guru
Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir. Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:
a)Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
b)Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mensintesa dan mengevaluasi).
c)Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia sukai.
d)Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi hambatan penyelesaian tugas.
e)Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan ketermpilan.
4.Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa
Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi perangkapan isi teks yang diperlikan. Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas, dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung. Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting, dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang telah dilakukannya.
Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara alami. Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang sayang.
D.STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
Sebagaimana kita ketahui, bagi sebagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis. Dulay dan Krahsen mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh positifnya adalah bahwa bahasa pertama yang dimiliki siswa dapat memperlancar proses belajar bahasa kedua.
Pengaruh negatif: Bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dapat menghambat proses penguasaan bahasa kedua.
Ellis menggunakan istilah transfer untuk menamai pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua, dan istilah interferensi untuk menamai pengaruh negatif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua. Belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran. Pengajaran membaca yang baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
1.Peningkatan ucapan
2.Kesadaran fonemik (bunyi).
Kemampuan yang di ajarkan dalam kesadaran fonemik meliputi:
a)pembedaan bunyi
b)pembedaan huruf
c)konsonan awal dan akhir
d)vocal
e)huruf-huruf tertentu dan bunyinya
f)suku kata
3.Hubungan antara bunyi-huruf
4.Membedakan bunyi-bunyi.
Hasil pengujian klinik menunjukan hal-hal :
a)setiap individu berkemampuan beda dalam membedakan bunyi
b)umumnya kemampuan membedakan bunyi dikuasai anak dengan sempurna pada usia 8 tahun
c)ada hubungan positif antara lambatnya penguasaan kemampuan membedakan bunyi dengan ketidak tepatan pengucapan
d)ada hubungan positif antara rendahnya kemampuan membedakan bunyi dengan kemampuan membaca
e)kemampuan membedakan bunyi tidak ditentukan oleh tingkat intelegensi
untuk itu anak butuh perhatian khusus dalam membedakan bunyi. Latihan perlu terus menerus pada pengucapan bunyi-bunyi sejenis dan searti juga yang berbeda arti.
5.Kemampuan mengingat
6.Membedakan huruf
7.Orientasi dari kiri kekanan.
Dalam bahasa Indonesia membaga menggunakan sistem dari kiri kekanan. Biasanya lebih cenderung pada yang kidal karena hasil penelitian Rubin (1993) yang kidal lebih cenderung memiliki orientasi dari kanan kekiri.
8.Keterampilan pemahaman
9.Penguasaan kosakata.
Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulis, mengucapkan dan menghubungkannya dengan makna.
E.PEMANFAATAN BAHAN AJAR SASTRA BAGI PENUMBUH KEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA
Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif. Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra antara lain:
1.Komunikasi ini bersifat tidak langsung
2.Kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya
3.Konteks komunikasi sastra berdimensi ganda
4.Ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks sastra dengan penulisnya.
Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:
1.Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.
2.Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.
F.PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MEMBACA BERDASARKAN KARYA SASTRA
Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra.
1.Model perencanaan pengembangan.
Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar. Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.
2.Strategi pengembangan.
Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.
Langganan:
Postingan (Atom)